Masih segar dalam ingatan kita, beberapa waktu lalu, para calon kepala desa berlomba untuk mempromosikan diri supaya terpilih menjadi kepala desa. Berbagai cara mereka tempuh, mulai dari mengiklankan dan mencitrakan diri lewat spanduk, stiker dan poster. Selain itu mereka juga melakukan promosi dari mulut ke mulut tim sukses yang melakukan politik blusukan, mendekati tokoh masyarakat, juga tokoh agama. Akibatnya, masyarakat seakan kesulitan menemukan pemimpin yang tepat untuk membawa masyarakat menjadi lebih sejahtera, mandiri, beradab dan bermartabat.
Di tengah kebingungan itu, masyarakat tentu akan kehilangan daya kritis dan
obyektifitasnya dalam memilih calon kepala desa. Maka yang terjadi adalah
memilih berdasarkan emosional, kedekatan personal,kekeluargaan, dan yg
lebih menonjol karena uang tentu saja. Padahal tidak sedikit putera desa
yang punya potensi kepemimpinan yang dapat dilamar dan diangkat serta
didelegasikan sebagai pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan di
tengah-tengah masyarakat. Yakni calon pemimpin yang merakyat, masih bersih,
berkomitmen, lurus, mempunyai visi, dan siap melakukan perubahan.
Potensi kepemimpinan putera desa itu ada di banyak tempat, baik di instansi
pemerintahan, lembaga pendidikan, partai politik, maupun kampus dan
organisasi masyarakat. Namun, karena biasanya wacana kepemimpinan banyak
didominasi oleh politik pragmatis, maka potensi kepemimpinan itu mengalami
hambatan untuk muncul.
Mencermati model kepemimpinan dan prestasi kerja kepala desa sekarang, yang
oleh sebagian kalangan dianggap minus prestasi, lemah visi, miskin gagasan,
dan kurang kerja keras, menjadikan masyarakat seperti berada dalam sebuah
kubangan dilema besar dan mematung di persimpangan jalan. Masyarakat tahu
bahwa misalnya saja Desa memiliki syarat untuk menjadi desa yang
berkembang. Karena letaknya yang strategis, menjadi keunggulan tersendiri
yang apabila dikelola akan dapat mengatasi masalah dan menjawab tantangan
desa baik tantangan lokal maupun global.
Dengan potensi berbagai sumber daya desa dan dana dari pemerintah,
seharusnya kepala desa dapat melejitkan pertumbuhan ekonomi masyarakat
sehingga dapat menjamin kesejahteraan, kesehatan, keamanan dan pemerataan
pendidikan di tengah-tengah masyarakat desa.untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kemandirian masyarakat desa.
Pada tataran teori, mestinya seorang pemimpin haruslah berdiri di garda
depan dengan menyingsingkan baju, fokus bekerja, berkomitmen pada kebutuhan
masyarakat, serta menjadikan kemakmuran dan kemajuan masyarakat desa
sebagai tujuan utama. Yang dicitrakan publik saat ini, kepala desa dan
jajarannya seolah abai pada janji-janji kampanye, dan entah sibuk dalam hal
apa, sehingga pekerjaan rumah di dalam desa tidak kunjung nampak untuk
memberi dampak produktif di tengah-tengah masyarakat.
Dalam kondisi yang sedemikian itu, maka wacana untuk memunculkan kepala
desa yg aktif menjadi gagasan penting dan mendesak yang harus segera
dipenuhi. Masyarakat butuh pemimpin yg aktif yang sudah diketahui track
recordnya, visi dan misinya, gaya hidupnya, serta komitmen kerja heroiknya
untuk membuat kebijakan yang akan mengantarkan masyarakat desa sebagai
masyarakat adat yang sejahtera, aman, beradab dan bermartabat.
Dengan kepala desa yang menjadikan nilai-nilai keutamaan publik, dan
keinginan yang gigih untuk mengabdi pada masyarakat sebagai landasan
kepemimpinannya, maka masa depan masyarakat desa yang lebih baik bukan lagi
mimpi belaka.
namun bisa kah semua itu terwujud, kalau ketika menentukan
pilihan,masyarakat menjadikan uang sebagai landasan nya, yg memberikan uang
terbanyak yg di pilih,
perhatian masyarakat untuk memilih kepala desa biasa nya di dasari
pemberian uang yang alih-alih sebagai pemberian hadiah, untuk beli makan,
dsb. Hal itu dilakukan jauh-jauh hari sebelum waktu pencoblosan dilakukan.
Pemberian tersebut juga dirasa tidak cukup untuk menarik simpati
masyarakat, karena kehendak manusia dapat berubah-ubah kapan saja dan
dimana saja. Sehingga waktu mendekati hari H bakan pada hari H pun, para
calon kepala desa gencar melakukan bagi-bagi uang kepada masyarakat agar
yakin dan mantap untuk memilihnya. Nominal yang dikeluarkan juga tidak
sedikit, sekitar 50.000-100.000-200.000 bahkan lebih per orang. Cara ini
dirasa cukup efektif untuk menarik perhatian masyarakat untuk datang
langsung ke TPS dan memilihnya.
Meskipun praktik ini dilarang oleh negara dan agama, namun kenyataan
dilapangan masih banyak ditemukan parktik-praktik kotor tersebut.
pertanyaan mendasar kepada para calon yang melakukan praktik tersebut,
apakah tidak takut diberi sanksi? namun mereka memiliki alasan tersendiri
tentang hal itu, salah satunya adalah pemberian tersebut merupakan
pemberian biasa karena Jika tidak diberi uang masyarakat enggan datang ke
TPS apalagi mencoblos. Fenomena tersebut sering kita jumpai disaat momen
menjelang pemilu, atau pemilihan pejabat politik yang lainnya.
Terlepas dari alasan yang dikeluarkan oleh para calon kepala desa, fenomena
ini sangat berdampak terhadap perilaku masyarakat saat ini. Dampak yang
paling mononjol adalah ketergantungan masyarakat dalam memilih calon
berdasarkan uang yang diberikan bukan visi misi, serta latar belakang para
calon tsb. Saat ini setiap orang beranggapan “ nu mere duit nu di
pilih (yg ngasih uang yg di pilih)”. Jika praktik ini terus dilakukan
maka yang terjadi adalah membentuk perilaku-perilkau materialis alias semua
yang dilakukan “aya duitan teu ? (ada uangnya tidak ?)”.
Dampak perilaku yang materialis akibat money politik dimasyarakat adalah
seseorang memilih calon kepala desa bukan karena idealismenya atau sosok
figur nya, tetapi berdasarkan yang memberikan uang, namun hal ini
sepertinya sudah jadi budaya dan sudah berakar kuat di masyarakat,dan tentu
saja hal ini akan membentuk seorang kepala desa yg harus mengeluarkan uang
banyak untuk terpilih,bahkan bisa jadi banyak hutang,maka ketika dia sudah
terpilih dan menjadi seorang kepala desa, apakah dia bisa fokus
mengabdi,atau pengen modal kembali,atau hutang terbayar dulu, tinggal kita
lihat saja bagaimana nantinya
namun terlepas dari semua itu,ketika seorang kepala desa sudah terpilih, kita tetap perlu mendukung,memperhatikan dan memantau kinerjanya,semoga dia tidak merasa sudah membeli masyarakat dan bertindak semaunya,semoga pemimpin terpilih bisa tetap mengabdi pada masyakatnya dan melaksanakan visi misi serta janji-janji nya
Sebagai putra daerah saya sangat prihatin melihat fakta yang ada. Jika saja masyarakat mau sedikt saja buka mata dan meandang kedepan... Betapa ruginya jiga mengambil keputusan berdasarkan emosi, kekeluargaan, apalagi berdasarkan berapa isi amplop yang ia terima.
BalasHapusSemoga saja yang terpilih bisa mengemban amanah walopun sebenarnya amanah itu ia beli dengan berbagai macam cara.